kumpulankarya sastra islami [SHAHIH. Hadits Riwayat An-Nasa'i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh adz-Dzahabi, rahimahullah juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam "Fathul Baari" (11/167) dan al-Albani
Al-Baihaqi adalah seorang ahli hadis terkemuka dan pengikut Mazhab Syafii. Ia adalah seorang saleh dan sederhana, serta menganut teologi Asyariyah. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa al-Khosrujirdi. Untuk belajar hadis, Al-Baihaqi mengembara ke beberapa negara dan belajar pada seratus ulama, antara lain Abu Hasan Muhammad bin Husain al-Alawi dan al-Hakim Abi Abdullah Muhammad bin Abdullah. Karena belajar pada seratus ulama, ia mendapat penghargaan. Menjelang akhir hidupnya, al-Baihaqi pergi ke Nisabur. Di sini ia mengajarkan hadis dan sekaligus menyebarluaskan bukunya. Al-Baihaqi adalah penulis besar. Hal ini terlihat dari karyanya yang jumlahnya demikian banyak. Meskipun dipandang sebagai ahli hadis terkemuka, al-Baihaqi tidak cukup mengenal karya hadis at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Ia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadis atau Musnad Ahmad bin Hanbal Imam Hanbali. Ia menggunakan Mustadrak al-hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut az-Zahabi, seorang ulama hadis, kajian al-Baihaqi dalam hadis tidak begitu besar, tetapi ia mahir meriwayatkan hadis karena ia benar-benar mengetahui sub bagian hadis dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad sandaran rangkaian perawi hadis. Karya al-Baihaqi, Kitab as-Sunan­ al-Kubra terbit di Hyderabad, India, 10 jilid, 1344–1355 merupakan karya yang paling terkenal. Buku itu mendapat penghargaan yang sangat tinggi. Menurut as-Subki ahli fikih, usul fikih, dan hadis, tidak ada sesuatu yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunan maupun mutunya. Di dalam karya ini ada catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai atau hal lainnya, seperti hadis dan para ahli hadis. Terdapat catatan bahwa sebenarnya hadis tertentu dimasukkan dalam satu atau kumpulan hadis yang lain, yang diakui sah. Selain itu setiap jilid cetakan Hyderabad ini memuat indeks yang berharga mengenai tokoh dari tiga generasi pertama ahli hadis yang mereka jumpai dengan disertai petunjuk periwayatan. Karya lain yang dinilai tinggi adalah Nushus asy-Syafii. Al-Baihaqi adalah tokoh yang pertama kali mengumpulkan susunan fikih Mazhab Syafii. Namun as-Subki menolak pernyataan itu. Ia mengatakan bahwa al-Baihaqi adalah tokoh yang datang kemudian karena kumpulan fikih itu sebenarnya telah tercakup dalam usaha terdahulu, sehingga pekerjaan itu tidak perlu diulang. Menurut as-Subki, usaha yang dilakukan al-Baihaqi bukanlah hal yang baru sama sekali, tetapi merupakan pengembangan dari apa yang sudah ada sebelumnya. Adapun al-Juwaini atau Imam Haramain memuji karya al-Baihaqi karena dukungannya terhadap ajaran-ajaran Imam Syafii. Daftar Pustaka al-Asnawi, Abdurrahim. Thabaqat asy-Syafiiyyah. Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1407 H/1987 M. as-Subki. Thabaqat asy-Syafii al-Kubra. Cairo 1324 H/1906 M. Yafi’i. Mir’at al-amin. Haydarabad 1337 H/1918 M–1339 H/1920 M. Miftah Adebayo Uthman
KumpulanHadis Qudsi "Hadis Qudsi adalah Hadis Firman ALLAH SWT yang dimana susunan kalimatnya dari Nabi Muhammad saw sendiri atau dari Malaikat Jibril yang menyampaikannya. Hadis-hadis yang termasuk Hadis Qudsi: 1.Tentang ALLAH Malu Memasukkan Hamba-Nya Yang Beragama Islam Ke Neraka.
Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA Imam Al Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi. Ia adalah seorang ulama besar dari Khurasan desa kecil di pinggiran kota Baihaq dan penulis banyak buku terkenal. Guru-gurunya Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab “Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari”, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan “Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai Tali Allah’ dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits.” Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisaburi dalam bukunya “Thail Tareekh Naisabouri” Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Pengumpul Hadits-hadits Shahih Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabur untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku Al Ma’rifa’. Banyak imam terkemuka turut hadir. Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum Muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Sementara itu, dalam Wafiyatul A’yam, Ibnu Khalkan menulis, “Dia hidup zuhud, banyak beribadah, wara’, dan mencontoh para salafus shalih.” Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Penulis dan Ahli Hadits Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu, lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tarmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut ad-Dzahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad sandaran rangkaian perawi hadits. Karyanya Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi. Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya. Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang. Wafat Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H 9 April 1066. Dia lantas dibawa ke kota Baihaq tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq ini berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi. Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain buku “As-Sunnan Al Kubra”, “Sheub Al Iman”, “Tha La’il An Nabuwwa”, “Al Asma wa As Sifat”, dan “Ma’rifat As Sunnan cal Al Athaar”.A/RS3/P1 Sumber Kitab 120 Ulama Ahli Hadits Mi’raj News Agency MINA
Imamal-Baihaqi terkenal sebagai orang yang cinta Saturday,25 Rajab 1443 / 26 February 2022 Jadwal Shalat. Mode Layar. Al-Quran Digital. Indeks. Networks .co.id retizen.id repjabar.co.id repjogja.co.id Nabi Muhammad Muslimah Kisah Fatwa Mozaik Kajian Alquran Doa hadist. Internasional. Timur tengah Palestina Eropa
Imam al-Baihaqi, JUDUL KITAB NAMA PENGARANG Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Aliy ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi TAHUN LAHIR-WAFAT 384 H – 458 H ASPEK URAIAN Profil Singkat Pengarang Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi Seorang ahli fikih yang terkenal dalam madzhab Syafi’i, dan seorang hafizh yang besar Beliau dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 384 H, terletak di Naisabur. Beliau meninggal juga disana pada bulan Jumadal Ula tahun 458 H Al-Baihaqi berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para ulama. Diantara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu Hadits, ’ilal al-Hadits,dan Fikih. Guru beliau antara lain Al-Hakim al-Naisaburi, Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi al-Husna al-Naisaburi, Abu Abdurrahman al-Sullami al-Naisaburi, Abu Muhammad Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahani, dll Adapun murid beliau Abu Abdullah al-Farawi, Abu Muhammad Abd al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi al-khuwari, dll Sejarah kitab Terdapat dua macam kitab sunan al-Baihaqi, yakni al-Sunan al-Kubra dan al-Sunan al-Sugra Kitab al-Sunan al-Kubra disusun oleh Imam al-Baihaqi dalam rangka membela madzhab Imam Syafi’i pada zaman kekacauan politik yang juga mengacaukan paham dalam islam Imam Baihaqi juga membuat pengantar dalam karya sendiri yang berjudul al-Madkhal ila al-Sunan al-Kubra Imam Baihaqi juga menyusun al-Sunan al-Sagir yang diperuntukkan kebutuhan orang mencari ilmu dan beramal serta orang-orang yang telah benar aqidahnya dalam madzhab Syafi’i Judul kitab ini ada dua versi, versi pertama cetakan Dar al-Fikr bernama al-Sunan al-Sagir, sedangkan versi kedua cetakan Maktabah al-Dar dan Madinah al-Munawwarah bernama al-Sunan al-Sugra, dan kami lebih memilih al-Sunan al-Sagir untuk konsistensi dan kemudahan saja Al-Sunan al-Sagir bukanlah ringkasan dari kitab al-Sunan al-Kubra. Tidak semua hadis yang ada dalam al-Sunan al-Sagir telah ada dalam al-Kubra, begitu pula sebaliknya. Walaupun memang sebagian besar hadis yang ada sala al-Sagir telah ada dalam al-Kubra Metode dan sistematika penyusunan kitab Dari segi penulisan, Imam Baihaqi mengikuti jejak Imam Bukhori yaitu dengan membagi beberapa pembahasan yang ia beri nama kitab. Meskipun bernama sunan, namun takaran antara hadis dan fiqih dalam kitab ini seimbang Al-Baihaqi mengadopsi tata urutan kitab fiqh Mukhtashar al-Muzani Beliau menguraikan hadis-hadis dengan penjelasan hukum beserta istidlal-nya. Imam Baihaqi terkadang mengawali hadis dengan ayat al-Qur’an, terkadang perkataan ulama seperti Imam Syafi’i Kuantitas dan kualitas hadis Dalam Sunan al-Kubra terdapat hadis Dalam Sunan al-Sagir yang ditahqiq oleh Abdullah Umar al-Hasanain terdapat nomor hadis dan non Hadis yang terdapat dalam kitab tersebut. Imam Baihaqi tidak hanya mencantumkan sanad yang lengkap sampai Rasulullah, melainkan terdapat hadis yang mu’allaq Terdapat hadis yang mursal dan mauquf. Terdapat juga perkataan ulam seperti Imam Syafi’i di dalamnya, karena itulah kitab ini bukanlah murni kitab hadis Kekhasan Kitab Kitab ini bukan murni kitab hadis, melainkan kitab fikih-hadis. Dikatakan sebagai kitab fikih karena bahasannya berdasar pada bab-bab fikih yang juga menyertakan pendapat para sahabat, tabiin dan ulama lainnya. Dan dikatakan sebagai kitab hadis, karena memang dalam halaman-halaman pembahasannya lebih dominan memuat hadis yang disertakan sanad dari al-Baihaqi dibandingkan pendapat-pendapat yang lain. Sebelum menerangkan hadis terdapat penjelasan ayat al-Qur’an atau penjelasan ulama di awalnya. Memuat hadis yang menjadi dasar dalam fikih Imam Syafi’i Baca Juga Resume Skeipsi Munafik Hadis Kritik Sanad dan Matan Dalam Musnad Ahmad Karya Ibrahim Zakin Bin Long Kumpulan_Hadist_Sunan_Ibnu_Majah_201510Identifier-ark ark:/13960/t09w43t7f Ocr ABBYY FineReader 11.0 Ppi 300 Scanner Internet Archive HTML5 Uploader 1.6.3 Year 2015 . plus-circle Add Review. Nashiruddin al-Albani - Shahih Sunan Ibnu Majah [Jilid 2] 168.1M loading...Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Ilustrasi/Ist Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan desa kecil di pinggiran kota Baihaq dan penulis banyak buku terkenal. Beliau berjuluk "Tali Allah". Baca Juga Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab "Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari", Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits."Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya "Thail Tareekh Naisabouri" Abu Bakr AlBaihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir. Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Baca Juga Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia hidup zuhud , banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih." Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benarmengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad sandaran atau rangkaian perawi hadits.Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi. Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya. Baca Juga Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Kitabal-sunan al-Shaghir atau al-Sunan al-Shughra, al-Mukhtashar fi al-Furu', riwayat Abi al-Qasim Zahir ibn Thahir al-Syahami [11] ini oleh al-Baihaqi diperuntukkan bagi orang-orang yang telah benar aqidahnya.Dalam muqaddimah kitabnya, al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya tersebut memuat tentang berbagai hal yang harus dilalui oleh mereka yang telah lurus aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, mu'amalah, munakahat, hudud, siyar, hukumat.

PANDANGAN IMAM AL-BAIHAQI TENTANG BERHUJJAH DENGAN AS-SUNNAH DAN BANTAHAN TERHADAP MEREKA YANG BERHUJJAH DENGAN AL-QUR’AN SAJAOleh Al-Hafizh Al-Imam As-SuyuthiBerkata Al-Baihaqi setelah membahas masalah ini Seandainya tidak ada ketetapan berhujjah dengan As-Sunnah, tentulah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam khutbahnya, setelah mengajarkan perkara agama kepada mereka yang menyaksikannya, tidak akan الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ“Ketahuilah hendaknya yang hadir di antara kalian untuk menyampaikan kepada yang tidak hadir, berapa banyak orang yang menerima berita lebih paham dari pada orang yang mendengar“.Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits yang berbunyi.“Semoga Allah membahagiakan seseorang yang mendengarkan sebuah hadits dari kami, kemudian ia menyampaikannya kepada yang lain sebagaimana yang ia dengar, dan berapa banyak orang-orang yang menerima kabar lebih paham dari pada orang yang mendengar”.Hadits ini adalah hadits mutawatir sebagaimana yang akan saya terangkan, insya Imam Syafi’i “Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan ummatnya untuk memperhatikan sabdanya, menghafalkan dan menyampaikannya, hal ini menunjukkan bahwa beliau tidak akan memerintahkan untuk menyampaikan sabdanya kecuali bahwa sabda beliau itu sendiri berkedudukan sebagai hujjah bagi yang telah sampai kepadanya sabda beliau itu, karena itu, apa yang dinyatakan dari beliau halal maka boleh dilakukan, dan yang haram harus ditinggalkan, yang berupa hukuman sanksi maka harus di tegakkan, yang berhubungan dengan harta antara diambil atau diberi, dan yang berupa nasehat adalah untuk kebaikan untuk duniawi dan ukhrawi”.Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan hadits dari Abu Rafi’, ia berkata Bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.“Sungguh akan aku dapatkan seseorang diantara kalian yang tengah bersandar di atas dipannya kemudian datang kepadanya suatu perkara dariku yang aku perintahkan kepadanya atau aku larang baginya, lalu ia berkata “Saya tidak tahu, apa yang kami temukan di dalam Kitabullah maka kami mengikutinya”. [Hadits Riwayat Abu Daud dan Al-Hakim]Dan dari hadits Al-Miqdam bin Ma’di Karib, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan beberapa hal pada hari peperangan Khaibar, antara lain memakan daging keledai dan lain-lainnya, kemudian beliau bersabda.“Hampir seorang laki-laki duduk di atas dipannya tatkala disampaikan ucapanku haditsku, lalu ia berkata Antara aku dan kalian terdapat Kitabullah, apa yang kami dapati didalamnya Al-Qur’an halal maka kami akan menghalalkannya dan apa yang kami dapati didalamnya haram maka kami akan mengharamkannya’. Ketahuilah bahwa apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah sama dengan apa yang diharamkan Allah”.Al-Baihaqi mengatakan ” Ini adalah berita dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi pada masa setelah beliau berupa penolakan ahli bid’ah mubtadi’ terhadap haditsnya. Ternyata keautentikan berita ini terbukti setelah beliau tiada”.Kemudian Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Syubaib bin Abi Fadalah Al-Makki bahwa Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu menyebutkan tentang syafaat, lalu seorang laki-laki di antara kaumnya berkata kepadanya “Wahai Abu Najid, sesungguhnya engkau menyebutkan kepada kami beberapa hadits yang mana hadits-hadits itu tidak memiliki dasar di dalam Al-Qur’an”. Maka Imran marah dan ia berkata kepada orang itu “Apakah engkau telah membaca Al-Qur’an ?”. Laki-laki itu menjawab “Ya”, Imran berkata “Apakah di dalam Al-Qur’an engkau dapatkan dasar bahwa shalat Isya adalah empat raka’at, apakah engkau mendapatkan di dalamnya bahwa shalat Maghrib tiga raka’at, shalat Shubuh dua raka’at, shalat Zhuhur empat raka’at dan shalat Ashar empat raka’at ?” Laki-laki itu menjawab “Tidak”, Imran berkata “Lalu dari siapa engkau mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ?.! Apakah kamu dapatkan di dalamnya Al-Qur’an bahwa zakat setiap empat puluh ekor domba adalah satu domba, dan zakat setiap sekian onta adalah sekian ekor, dan zakat sekian dirham adalah sekian ?” Laki-laki itu menjawab “Tidak”, Imran berkata lagi “Lalu dari siapa engkau mengambil dalil itu, bukankah kalian mengambilnya dari kami dan kami mengambilnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ?!. Imran berkata lagi ” Di dalam Al-Qur’an engkau mendapatkan ayat yang بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ“Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu Baitullah “. [Al-Hajj/22 29].Apakah di dalamnya engkau mendapatkan keterangan bahwa hendaknya kalian melakukan thawaf tujuh kali lalu melaksanakan shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim ?! Apakah di dalamnya Al-Qur’an engkau menemukan keterangan tentang tidak bolehnya jalab, junub dan nikah syighar dalam Islam ?! Tidaklah engkau mendengar bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman di dalam آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” [Al-Hasyr/59 7]Imran berkata lagi “Sesungguhnya kami telah mengambil dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam banyak hal yang kalian tidak mengetahui tentang semua itu”.Kemudian Al-Baihaqi berkata “Hadits yang menyatakan bahwa suatu hadits harus dicocokkan terhadap Al-Qur’an adalah bathil dan tidak benar bahkan batal dengan sendirinya karena di dalam Al-Qur’an tidak ada dalil yang menunjukkan suatu hadits harus dihadapkan pada Al-Qur’an”.Sampai disini pembahasan Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya yang berjudul Al-Madkhal Ash-Shagir, suatu kitab yang mengantar pada pembahasan tentang bukti-bukti kenabian. Ia juga telah menyebutkan masalah ini dalam kitab yang berjudul Al-Madkhal Al-Kabir, yaitu suatu kitab yang mengantar pada pembahasan tentang Sunnah-Sunnah Rasul, dalam kitab kedua ini Imam Al-Baihaqi menyebutkan hal ini lebih gamblang dari pada kitab yang pertama, di antaranya menyebutkan tentang bab mengenal Sunnah-Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan kewajiban mengikuti Sunnah-Sunnah itu dengan menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah“. [Ali-Imran/3 164].Berkata Imam Syafi’i “Aku mendengar dari para Ahli Ilmu Al-Qur’an bahwa maksud dari kata Al-Hikmah dalam ayat ini adalah Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.[Disalin dari buku Miftahul Jannah fii Al-Ihtijaj bi As-Sunnah edisi Indonesia KUNCI SURGA Menjadikan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Sebagai Hujjah, oleh Al-Hafizh Al-Imam As-Suyuthi, hal. 11-17 terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin] Home /A4. Indahnya Mengikuti Sunnah/Pandangan Imam Al-Baihaqi Tentang...

LEMBARPENGESAHAN . Skripsi ini dengan judul : KONSEP RUH DALAM PERSPEKTIF HADIS (PEMAHAMAN HADIS TENTANG RUH DALAM KITAB AR-RUH KARYA IBNUL QAYYIM AL-JAUZIYAH) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juni 2010. skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin
JAKARTA - Imam Al Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi. Dia merupakan seorang ulama besar dari Khurasan, tepatnya suatu desa kecil di pinggiran kota Baihaq. Selain itu, dia dikenang sebagai penulis yang produktif. Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, dan Abu Abdullah Al-Hakim. Selanjutnya, Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran. Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam. As-Sabki menyatakan "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadis." Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya Thail Tareekh Naisabouri Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menyebut tokoh ini menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz Arab Saudi kemudian banyak menulis buku. Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadis-hadis dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir. Konteks Zamannya Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum Muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Sementara itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia Imam al-Baihaqi hidup zuhud, banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih." Imam al-Baihaqi terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadis dan fikih. Dari situlah kemudian namanya menjadi populer sebagai pakar ilmu hadis dan fikih. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadis, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. sumber Pusat Data Republika
Yaitukarya yang berisi kumpulan hadits-hadits tambahan terhadap hadits yang ada pada sebagian kitab-kitab lain. Buku yang terkenal Sunan Al-Baihaqi, karya Abu Bakar Ahmad bin Husein Al-Baihaqi (w. 458H) 2. Tamyizu At-Thayyib min Al-Khabits fi Ma Yadhurru 'ala Alsinati An-Nas min Al-Hadits, karya Abdurrahman bin Ali As-Syaibani (w. 944H)

Kedudukan As-Sunnah sebagi sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat al-Qur’an, Hadits dan juga didasrkan pada kesepakatan para sahabat Nabi. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajibnya mengikuti Hadits, baik pada masa rasulullah masih hidup maupun setelah wafat. Menurut bahasa, As-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan apakah jalan tersebut baik atau buruk. Pengertian As-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut “Barang siapa yang membuat Sunnah kebiasaan yang terpuji, maka pahalalah bagi yang membuat Sunnah itu dan pahala bagi yang mengikutinya; dan barangsiapa yang membuat Sunnah yang buruk, maka dosalah bagi orang yang membuat Sunnah yang buruk itu dan dosa bagi yang mengikutinya” Di dalam Islam ada banyak kitab Sunnah/Hadits yang menjadi rujukan utama dalam penggalian hukum Islam. Dari sekian banyak kitab Hadits/Sunnah paling tidak ada 12 kitab hadits yang paling populer. Dua belas kitab Hadits tersebut adalah 1. Sahih Al-Bukhari. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Bukhari, dikenal juga dengan Al-jami Al-Musnad As-Sahih Al-Mukhtasar Min Umur Rasulilah SAW Wa Sunanihi Wa Ayyamihi. Berdasarkan judul yang dkemukan Imam Bukhari tersebut, Hadits yang dikatakan sahih dalam kitabnya adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW. Ada Hadits yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sama sekali, namun hadis tersebut hanya bersifat pengulangan dan merupakan pendukung terhadap Hadits yang sedang dibahas. Oleh sebab itu, Imam Az-Zahabi mengatakan bahwa kitab ini merupakan kitab yang bernilai tinggi dan paling baik setelah Al-Qur’an. Selema 16 tahun Imam Bukhari berkeliling ke berbagai wilayah Islam untuk menemui para guru Hadits dan meriwayatkan hadis dari mereka. Dalan mencari kebenaran suatu Hadits, ia secara tekun menemui para periwayat Hadits tersebut sehingga yakin benar bahwa Hadits itu sahih. Sahih al-Bukhari memuat Hadits sahih yang diseleksi Imam Bukhari dari hadis yang dihafalnya. Hadits tersebut diterimanya dari sekitar perawi Hadis. Berdasarkan informasi dalam Mausu’ah Al-Hadits As-Syarif ensiklopedia Hadits yang dikeluarkan oleh Kementerian Wakaf - Majelis Tinggi Urusan Islam Pemerintah Mesir, bahwa sahih Al-Bukhari memuat sebanyak 98 tema kitab, dengan 7563 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. 2. Sahih Al-Muslim. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Muslim. Hadits dalam kitab ini disusun berdasarkan sistematika fikih yang topiknya sama dengan Sahih Al-Bukhari. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sahih Muslim memuat 57 tema kitab dengan 7748 koleksi Hadits di dalamnya. Kitab ini merupakan hasil seleksi Imam Muslim dari Hadits yang dihafal Imam Muslim. Imam Muslim tidak mengemukan syarat terlalu ketat dalam menuliskan Hadits pada kitabnya jika dibandingkan dengan Imam Al-Bukhari. Sekalipun mengemukakan syarat yang sama, yaitu sanad Hadits bersambung serta diterima dari dan oleh orang yang adil dan dapat dipercaya, keduanya berbeda pendapat mengena syarat antara murid penerima hadis dan guru sumber hadis. Menurut Imam Muslim, murid dan guru tidak harus bertemu, tetapi ckup bahwa keduanya sama-sama hidup satu masa Al-Mu’asarah. Namun Imam Al-Bukhari mensyaratkan, murid dan guru harus bertemu Al-Liqa’. Atas dasar ini, ulama Hadits menempatkan Sahih Al-Bukhari lebih baik dari Sahih Muslim meskipun mereka sepakat menyatakan bahwa kedua kitab tersebut memuat Hadits sahih. 3. Sunan Abu Dawud. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Abu Dawud. Menurut mausuah Hadits Syarif, Sunan Abi Dawud memuat 42 tema kitab dengan 5276 koleksi Hadits di dalamnya, hadis di antaranya merupakan Hadits hukum. Diantara Imam yang enam yang termasuk dalam Al-Kutub As-Sittah, Abu Dawud merupakan Imam yang paling fakih. Oleh sebab itu, Sunan Abi Dawud dikenal dengan sebagai kitab Hadits hukum, sehinga ulama Hadits fikih mengakui bahwa seseorang Mujtahid cukup merujuk Sunan Abi Dawud di samping Al-Qur’an. 4. Sunan at-Tirmiziy. Kitab ini juga dikenal dengan Nama Jami’ At-Tirmizi. Kitab ini disusun oleh Abu Isa Muhammad At-Tirmizi. Menurut mausuah Hadits Syarif, bahwa Sunan At-Tirmiziy memuat 46 tema kitab dengan 4415 koleksi Hadits di dalamnya. Sunan At-Tirmizi memuat beberapa istilah ilmu Hadits yang belum pernah diungkap oleh para pakar Hadits sebelumnya, misalnya istilah Hadits hasan sahih, Hadits sahih garib asing, ganjil, Hadits hasan garib, dan Hadits hasan sahih garib. Imam At-Tirmizi tidak menjelaskan pengertian istilah tersebut. Ulama Hadits sesudahnya mencoba untuk menjelaskan istilah yang digunakan Imam Tirmizi tersebut, misalnya Ibn As-Shalah. 5. Sunan an-Nasaiy. Kitab ini disusun oleh Imam An-Nasai. Kitab Hadits ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba dan Sunan As-Sugra yang merupakan hasil seleksi dari Hadits yang terdapat dalam kitab As-Sunan Al-Kubra karya Imam An-Nasai sebelumnya. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan An-Nasaiy memuat 52 tema kitab dengan 5776 koleksi Hadits di dalamnya. Sunan An-Nasai disusun sesuai dengan sistematika fikih dengan mempergunakan bab yang menjelaskan serta mengistinbatkan berbagai hokum yang dikandung suatu hadis. Oleh karena itu, kitab in menjadi rujukan para ahli fikih setelah Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim, karena kualitas Hadits yang ada di dalamnya menempati posisi dibawah kedua kitab hadis tersebut dan di atas Sunan Abi Dawud dan Sunan At-Tirmizi. 6. Sunan Ibnu Majah. Kitab hadis ini adalah karya Abu Abdullah bin Yazid Al-Qazwaini yang dikenal dengan Ibn Majah 209 H/825 M- 273 H/887 M. Kitab ini disusun oleh Imam Ibn Majah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ibn Majah memuat 38 tema kitab dengan 4485 koleksi Hadits di dalamnya. Kitab Sunan ini adalah kitab Sunan yang ke-6, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Al-Fadl Ibn Tahir Al-Maqdisi. Dalam kitab Sunan ini, menurut penilaian sebagain ahli, terdapat Hadits matruk dan maudu’. Walaupun demikian, Hadits ini tetap dimasukan ke dalam kelompok Kutub As-Sitah karena banyak Hadits yang sahih atau hasan, dan banyak pula Hadits yang tidak tercantum dalam kitab sebelumnya. 7. Muwatha’ Imam Malik. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Malik. Dan merupakan kitab Hadits yang tertua yang sampai ke tangan umat Islam saat ini. Imam Malik mengumpulkan Hadits yang dipandangnya kuat, fatwa para sahabat dan tabi’in, pendapat fikih yang disandarkan kepada konsensus penduduk Madinah, dan kemudian menjelaskan ijtihadnya sendiri dalam permasalahan yang dibahas. Bahkan sering ia mengemukakan kaidah usul fikih dalam mengistinbathkan hukum dari Hadits yang dibahas. Oleh karena itu, sebagain ulama hadai menganggap Al-Muwatha’ lebih dekat kepada fikih dari pada buku Hadits, karena banyak sekali persoalan fikih yang diaungkapkan dalam kitab tersebut. Al-Muwwatha’ disusun atas permintaan Abu Ja’far Al-Mansur khalifah Abbasiyah, 137 H/754 M – 159 H/775 M. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Muwatha’ Imam Malik memuat 61 tema kitab dengan 1861 koleksi Hadits Nabi di dalmnya. 8. Musnad Imam Ahmad. Kitab ini disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal, dikenal dengan Imam Hambali, merupakan kitab Hadits terbesar dan terbanyak memuat Hadits. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Musnad Imam Ahmad memuat 1295 tema kitab dengan 28464 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Hadits dalam kitab ini disusun secara berurut, sesuai dengan nama sahabat yang meriwayatkannya dengan memperioritaskan sahabat besar terlebih dahulu, seperti Abu Bakar aAs-Sidik, Umar Ibn Al-Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Di samping itu, prioritas mendahulukan riwayat sahabat juga ditentukan berdasarkan tempat tinggal meraka. Misalnya mendahulukan Sahabat yang bermukim di Madinah dari yang di Mekah. Hadits dalam kitab ini diakhiri dengan riwayat para sahabat wanita yang dimulai dengan Aisyah binti Abi bakar, Fatimah Az-Zahra, Hafsah binti Umar, dan istri Nabi lainya. Hadits dalam Musnad Ahmad bin Hambal yang ada sekarang ini tidak seluruhnya diriwayatkan oleh Imam Hambali sendiri, tetapi juga oleh Abdulah bin Ahmad bin hambal anak Imam hanbali dan Abu Bakr Al-Qutai’Idari Abdullah bin Ahmad bin Hambal. 9. Sunan Ad-Darimiy. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Darimi. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ad-Darimiy memuat 24 tema kitab dengan 3567 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Kitab ini disusun berdasarkan sistematika ilmu fikih namun di dalamnya terdapat Hadits yang sama sekali tidak berkaitan dengan fikih. Kitab ini juga dikenal dengan Musnad Ad-Darmi, sedangkan penyusunan Hadits di dalamnya tidak mengikuti metode Al-Musnad. Namun demikian, Ad-Darimi juga memilki kitab Hadits yang lain yang disebut Al-Musnad dan dianggap oleh para ahli Hadits sebagai kitab sahih. 10. Sunan Ad-Daruquthniy. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Ad-Daruquthni Abu Hasan bin Umar Ad-Daruquthni pada abad ke- 4 hijriyah. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Ad-Daruquthniy memuat 31 tema kitab dengan 4898 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. 11. Musnad Al-Khumaidiy. Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Humaidy. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Al-Khumaidiy memuat 183 tema kitab dengan 1361 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. 12. Sunan Al-Baihaqiy Kitab Hadits ini disusun oleh Imam Al-Baihaqi. Kitab ini juga dikenal dengan nama Kitab Sunan Al-Kubra. Menurut Mausuah Hadits Syarif, Sunan Al-Baihaqiy memuat 72 tema kitab dengan 22340 koleksi Hadits Nabi di dalamnya. Imam Al-Baihaqi adalah seorang ahli Hadits terkemuka dan pengikut Mazhab Syafi’i. Ia adalah seorang saleh dan sederhana, serta menganut teologi Asy’ariyah. Nama lengkapnya adalah Abu bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khorujirdi 334 H/994 M – 458 H/1066 M. untuk belajar Hadits, Al-Baihaqi mengembara ke beberapa negara dan belajar pada seratus ulama, antara lain Abu Hasan Muhammad bin Husain Al-Alawi dan Al-Hakim Abi Abdillah Muhammad bin Abdullah. Meskipun dipandang sebagai ahli Hadits terkemuka, Al-Baihaqi tidak cukup mengenal karya Hadits At-Tirmizi, An-Nasai, dan Ibn Majah. Ia juga tidak berjumpa dengan buku Hadits atau Musnad Ahmad bin Hambal imam Hambali. Ia menggunakan Mustadrak Al-Hakim karya Imam Al-Hakim secara bebas. Munurut Zz-Zahabi, kajian Al-Baihaqi dalam Hadits tidak begitu besar, tetapi ia mahir dalam meriwayatkan Hadits karena ia benar-benar mengetahui sub bagian Hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad. Karya Al-Baihaqi, Kitab As-Sunan Al-Kubra terbit di Hydarabad, India, 10 jilid, 1344-1355 merupakan karya yang paling terkenal. Menurut As-Subki ahli fikih, usul fikih dan hadis, tidak ada sesuatu yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam peneyesuaian penyusunannya maupun mutunya. Pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunah Al-Maqbulah dilakukan secara konprehensif integralistik baik dengan pendektan tekstual maupun kontekstual.

Duahadits di atas merupakan dalil Al-Jarh dalam rangkan nasihat dan kemaslahatan. Adapun At-Ta'dil, salah satunya berdasarkan hadits : 3. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda : " Sebaik-baik hamba Allah adalah Khalid bin Walid, salah satu pedang diantara pedang-pedang Allah" ( HR.
JAKARTA - Meski dipandang sebagai ahli hadis, banyak kalangan menilai Imam al-Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadis dari Tarmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadis atau Masnad Ahmad bin Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadis, kajian Imam al-Baihaqi dalam hadis tidak begitu besar. Bagaimanapun, sosok ini dinilai mahir meriwayatkan hadis karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadis dan para tokohnya yang telah muncul dalam sandaran atau rangkaian perawi hadis isnad-isnad. Di antara karya-karya Baihaqi adalah, Kitab as-Sunnan al-Kubra. Karya ini terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355. Karya itu menjadi yang paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi. Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadis-hadis dan para ahli hadis. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadis yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang. Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H 9 April 1066. Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadis dan fikih, seperti Imam Baihaqi. Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain Sheub Al Iman, Tha La'il An Nabuwwa, Al Asma wa As Sifat, dan Ma'rifat As Sunnan cal Al Athaar. sumber Pusat Data Republika
Padazaman mereka tidak terjadi pemalsuan hadits, setelah itulah muncul orang-orang yang ta'asub (fanatik) pada golongan tertentu, dan yang pertama kali mempeloporinya adalah Syiah, mereka membuat hadits palsu tentang keutamaan Ali radhiyallohu anhu, kemudian kubu Mu'awiyah radhiyallohu anhu berbuat demikian pula, memalsukan hadits mengenai Abu Bakar, Umar,Utsman, dan Mu'awiyah JAKARTA - Imam al-Baihaqi adalah seorang imam, dai yang kuat pendirian, faqih, hafidz, ahli ushul fiqh yang cerdas, zahid, dan wara’. Akhlak ini ia jaga sampai meninggal. Ia adalah ahli hadits yang paling mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang luar biasa. Salah satu ulama menyebut, al-Baihaqi adalah gunung dari gunung-gunung ilmu. Ia sering disebut sebagai Tali Allah karena dengan kecerdasannya berhasil menjembatani perbedaan pemikiran madzhab. Pengetahuan ilmu agama dan fikihnya sangat luas. Ia terkenal sebagai orang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam al-Baihaqi terkenal sebagai pakar ilmu hadits dan fikih. Ia adalah pencetus penulisan indeks mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli hadits. Imam al-Baihaqi hidup pada masa Daulah Abbasiyah. Tepatnya pada masa disintegrasi setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran. Banyak daerah yang melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Ia hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu, kaum Muslimin terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan Kerajaan Romawi untuk menghancurkan Kerajaan Islam saat itu. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Nama lengkapnya Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al-Khusrauijrdi al-Baihaqi al-Khurasani. Ia lahir pada bulan Sya’ban 384 H September 994 M di Desa Khasraujird desa kecil di pinggiran kota Baihaq, Naisabur. Naisabur adalah salah satu kota utama di wilayah Khurasan Afghanistan. Sebuah wilayah yang banyak melahirkan banyak ulama. Imam al-Baihaqi memulai mencari ilmu dengan mengembara ke Khurasan, Irak, dan Hijaz. Dalam Siyar A’lam al-Nubala, Imam al-Dzahabi bercerita tentang perjalanan Imam al-Baihaqi dalam menuntut ilmu. Bahwa Imam al-Baihaqi ketika berusia 15 tahun telah mendengar dari Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husain al-Alawi, sahabat dari Abu Hamid bin al-Syarqi dan beliau adalah guru yang paling awal Imam al-Baihaqi. Al-Baihaqi memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masa itu. Ia berkelana ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal, dan ke Hijaz. Di antara yang ia pelajari adalah ilmu hadits, ilal al-hadits, dan fiqh. Ia berguru kepada kepada ulama-ulama terkenal dari berbagai negara. Di antara guru-gurunya adalah Imam Abul Hassan Muhammad bin al-Husain al-Alawi, Abu Abdillah al-Hakim pengarang kitab al-Mustadrak Ala al-Shahihain, Abu Tahir al-Ziyadi, Abu Abdur-Rahman al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali al-Ruthabari, Hilal ibn Muhammad al-Hafar, Ibnu Busran, al-Hasan ibn Ahmad ibn Farras, Ibnu Ya’qub al-Ilyadi, dan lain-lain. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama di berbagai negeri Islam, Imam al-Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, Kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah diperolehnya selama mengembara. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah. Dia tidak pernah berjumpa dengan Musnad Ahmad ibn Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Sejumlah kitab penting telah ditulisnya dan mempunyai nilai tinggi. Ia banyak menelorkan karya tentang hadits, fiqh, dan akidah. Di antara dari banyak karyanya adalah seperti al-Sunan al-Kubra, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar, al-Mabsuth, al-Asma’ wa al-Shifat, al-I’tiqad, Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, Syu’ab al-Iman, al-Da’wah al-Kabir, al-Zuhd al-Kabir, Isbat Azab al-Qabr wa Sual al-Malakain, dan Takhrij Ahadis al-Umm. Dalam karya-karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabad itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang. Di antara karya Imam al-Baihaqi, kitab yang paling terkenal adalah Sunan al-Shaghir. Kitab hadits ini berbeda dengan kitab-kitab sunan lain yang dikenal masyarakat. Titik bedanya adalah Sunan al-Shaghir ini ditulis pada abad ke-4 H. Oleh karena itulah, ia tergolong ulama mutaakhkhirin. Sunan al-Shaghir bukanlah ringkasan dari Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada dalam Sunan al-Shaghir terdapat dalam Sunan al-Kubra. Demikian juga sebaliknya, meskipun memang sebagian besar hadits dalam Sunan al-Shaghir sudah ada dalam Sunan al-Kubra. Keunikan dari Sunan al-Shaghir adalah segmen pembaca yang diinginkan oleh Imam al-Baihaqi. Sunan al-Shaghir ditulis khusus diperuntukkan kepada pembaca yang sudah kuat dan lurus akidahnya. Sunan ini dimaksudkan sebagai bayan penjelasan terhadap persoalan-persoalan syariah yang sudah selesai bagi umat Islam yang sudah lurus akidahnya. Sunan al-Shaghir adalah kitab Sunan yang memadukan antara kitab fikih dan kitab hadits. Sunan al-Shaghir menggunakan sistematika fikih, sehingga ia disebut juga sebagai kitab fikih. Namun, ia juga disebut sebagai kitab hadits karena memang kitab ini didominasi pemuatan hadits Nabi dengan disertai sanad yang autentik. Ia pun memberikan penilaian tentang derajat hadits yang ia tulis dalam kitab ini, baik shahih maupun dhaif, meskipun banyak juga hadits yang tidak ia beri penilaian. Selain indeks tokoh hadits yang ditulis dalam banyak karyanya, Imam al-Baihaqi juga mewariskan banyak karya di atas, khususnya Sunan al-Shaghir, yang menjadi rujukan siapa pun yang belajar hadits. Warisan yang sangat berharga setelah ia wafat hingga kini. Imam al-Baihaqi meninggal pada hari Sabtu di Naisabur, Iran, tanggal 10 Jumadil Ula 458 H 9 April 1066 M pada usia 74 tahun. Jenazahnya dibawa ke kota kelahirannya, Baihaq, dan dimakamkan di sana. Penduduk Kota Baihaq berpendapat bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih seperti Imam Baihaqi. sumber Suara Muhammadiyah rfnZxSA.
  • ogzd99ysjk.pages.dev/534
  • ogzd99ysjk.pages.dev/762
  • ogzd99ysjk.pages.dev/243
  • ogzd99ysjk.pages.dev/752
  • ogzd99ysjk.pages.dev/721
  • ogzd99ysjk.pages.dev/662
  • ogzd99ysjk.pages.dev/734
  • ogzd99ysjk.pages.dev/192
  • ogzd99ysjk.pages.dev/583
  • ogzd99ysjk.pages.dev/237
  • ogzd99ysjk.pages.dev/852
  • ogzd99ysjk.pages.dev/218
  • ogzd99ysjk.pages.dev/244
  • ogzd99ysjk.pages.dev/520
  • ogzd99ysjk.pages.dev/16
  • kumpulan hadits karya al baihaqi adalah